Rabu, 22 Februari 2017

Sweetest Weakness

Aku sebelumnya pernah mencintai. Begitu dalam. Meski tak berakhir bahagia.

Yah, begitulah. Tak perlu ada yang harus aku sesali. 

Mengacu pada keyakinan bahwa tak ada yang namanya kebetulan di Dunia ini, Berarti semua adalah kehendak Sang Maha Baik. Sang penulis Skenario terbaik.

Tetapi sebagai mahluk lemah tetapi sering merasa tinggi, pengalaman itu tanpa sadar membuatku membentengi diri. Menjadi begitu pemilih, meski tahu persis kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Abadi.



Hingga akhirnya aku bertemu dia. 

Pemilik senyum yang begitu ceria. Tanpa sadar membuatku jatuh hati, terpesona chemistry yang mungkin hanya milikku sendiri.

Sesungguhnya aku adalah seorang yang sangat membenci kelemahan. Dan percayalah, sekian tahun aku mengasah dan menempa diri, untuk menjadikan diri tanpa kelemahan sama sekali.

Namun takdir hakiki sebagai mahluk untuk mencintai, tak kuasa untuk dilawan diri.

Untukmu sang Pencuri, yang membuatku rela menjatuhkan hati. Dengarlah ini

Tanpa paksaan sama sekali kukatakan ini.

Aku bukannya tak menyadari. Bahwa membuka hati untuk mencintai, berati sekali lagi membuka kelemahan diri.

Tak apa, aku siap untuk kau luka(cinta)i. 

Selasa, 06 Desember 2016

BIDADARI KEDUA

Dalam kehidupan, terkadang kita jadi tak tahu mana yang benar.

Meragu dan mempertanyakan berulang kali tentang arah yang dituju.

Sudah benarkah langkah yang ditapaki?

Takkan menyesalkah dengan keputusan yang diambil?

Dan banyak lagi pertanyaan yang terintas dalam pemikiran.

Tetapi begitulah hidup berjalan adanya. Akan selalu ada ragu. Tak peduli sebanyak apa pengalaman yang telah kita dapati sebelumnya. Karena perasaan pun terkadang tak bisa dipercaya, mengingat banyaknya manusia yang memakai topeng di luar sana. Menungguku memberi peluang untuk menggoreskan luka dalam di hati.

Bukan. Bukan sakit itu yang kutakuti. Sudah terlalu terbiasa dengan rasa sakit.

Tetapi aku memikirkan waktu yang lagi-lagi harus terbuang percuma, jika salah memilih. Salah mengambil keputusan.

Sudah terlalu banyak waktu yang sia-sia karena keputusan salah. Bahkan yang awalnya kukira terbaik pun, pada akhirnya pergi. Ah, tidak. Kurelakan pergi lebih tepatnya. Sesudahnya tak pernah ada lagi cukup waktu untuk menggoreskan luka dalam. Sekedar datang kemudian pergi. Begitu saja berlalu. Singkat.

Salah jika ada yang mengira, aku mencari yang sempurna. Siapapun yang mengenalku pasti tahu, aku adalah pribadi yang paling bisa menerima kekurangan orang lain. Justru aku syukuri, mereka yang telah berlalu adalah orang-orang yang tak bisa menerima kekuranganku.



Apalah. pada akhir aku hanya berharap, bisa menemukan seseorang yang bisa saling menerima kekurangan. Tak sempurna, tetapi setidaknya ketika menjadi kita, saling menyeimbangkan sayap untuk terbang meraih segala impian.

Dan ketika seseorang itu kutemukan, kupastikan -dengan izin Yang Maha Baik- tak akan kutinggalkan dirinya. Akan selalu disampingnya memperbaiki semua keputusan salah yang diambil. Tetap percaya seperti dia mempercayaiku.

Tak menyerah dan selalu ada untukku.


Dia..... Sang Bidadari kedua.