Jumat, 02 Mei 2014

A PLACE CALLED HOME

Langit begitu cerah. Ceria, lebih tepatnya menurut kamu. Gadis kecil itu bermain tertawa riang dengan teman-teman sebayanya. Memainkan bermacam-macam permainan sederhana yang mungkin tak terlintas dipikiran oleh anak-anak seusianya di jaman sekarang ini yang makin menggandrungi permainan modern yang tak harus menuntut mereka untuk bersosialisasi dengan teman-teman  sebayanya di luar. Tawa renyah mereka menghiasi indahnya siang menjelang sore saat sinar matahari mulai mencoba ramah pada penghuni bumi.

Tiba-tiba gadis kecil itu teringat sesuatu, bergegas dia meninggalkan teman-teman sepermainannya. Berlari-lari kecil menuju rumah kecil sederhana tempat dimana jutaan cinta dan kasih sayang senantiasa setia mengelilinginya. Disana telah menunggu sesosok perempuan bersahaja yang disebut dengan manja  oleh gadis kecil itu dengan panggilan ‘Ummi’, telah menyiapkan kue-kue untuk dijual untuk sekedar mencari tambahan rizki yang halal yang telah dijanjikan oleh Yang Maha Kuasa  untuk setiap hambanya yang tak lelah untuk terus berusaha.  

Setelah mengucapkan salam gadis kecil itu pun berlalu, bergegas menjajakan kue-kue buatan sang ummi. Di depan rumah teman-teman sepermainannya telah menanti, rupa-rupanya bocah-bocah inipun telah mengerti arti setia kawan dan memilih meninggalkan aktivitas bermain mereka tadi. Mereka mengiringi langkah sang gadis kecil menyusuri jalan yang tak beraspal menuju pesisir pantai. Sesekali mereka bercanda, berbagi cerita ataupun sekedar mengomentari apa saja yang menarik di mata anak kecil yang pemikirannya penuh  dengan fantasi.

Silih berganti orang-orang memanggil sang gadis kecil untuk membeli kue lezat buatan Ummi. Hingga semuanya telah laku terjual dan gadis kecil beserta teman-temannya pun pulang kembali ke rumah. Masih rumah yang sama yang penuh cinta dan dikelilingi jutaan kasih sayang. Gadis kecil mempercepat langkahnya karena ia tahu, kali ini tak hanya ummi yang menungunya dirumah, Abah pun pasti telah pulang dari mencari nafkah. Tak sabar ia ingin segera memeluk keduanya.

Sekian tahunpun berlalu. Gadis kecil itu kini telah tumbuh dewasa, begitu cantik, begitu memukau dan mempesona dengan kebersahajaannya. Tempaan hidup telah membuatnya tak lelah untuk selalu mencoba mengerti dan memahami isyarat Yang Maha Kuasa disetiap laku yang terjadi dalam sisi kehidupannya.


Langit begitu cerah. Ah...Ceria, lebih tepatnya menurut kamu. Layaknya senyum yang merekah dari bibirmu. Sore ini kita berjalan beriringan menyusuri jalanan beraspal yang masih menyisakan panas karena teriknya sang mentari siang tadi.Langit biru dihiasi gumpalan-gumpalan awan yang membentuk menyerupai bayangan imajiner tergantung siapa yang melihat dan mempersepsikannya. Dan kaupun selesai berkisah, kisah tentang sang gadis kecil. Yang tumbuh dewasa dengan kehidupan yang sederhana, namun rumah yang penuh cinta dan kasih sayang itu akan selalu mampu membuatmu bersyukur. 

Setulusnya dalam hatiku memanjatkan doa, semoga kita mampu, berdua dengan seizin Yang Maha Kuasa membuat rumah penuh dengan cinta dan jutaan kasih sayang yang sama, dimana semua mimpi dan segala impian kita akan berusaha kita wujudkan. Sebuah rumah dimana penghuninya akan selalu terus saling percaya, saling mendukung untuk tak pernah menyerah, saling menopang saat kesulitan menghadang,  hingga kelak tiba saatnya Yang Maha Baik memanggil untuk memeluk kita kembali.